Terjadinya konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang
tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi orang-orang
yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun
gaya yang berbeda-beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan
antara satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi.
Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan
dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu
kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan,
kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang
berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi.
Istilah konflik berasal dari bahasa Latin, “Com” yang berarti “bersama”
dan “Fligere” yang berarti melanggar, menabrak, menemukan, membentur.
Dengan demikian, konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu
dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain, karena beberapa
alasan. Dalam pandangan ini, “pertikaian” menunjukkan adanya perbedaan
antara dua atau lebih individu, yang diekspresikan, diingat dan dialami
(Pace & Faules, 1994:249). Konflik dapat dirasakan, diketahui,
diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole:
1984). Konflik senantisa berpusat pada beberapa sebab utama: tujuan yang
ingin dicapai, alokasi sumbersumber yang dibagikan, keputusan yang
diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341). Interaksi yang disebut komunikasi
antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan
menimbulkan konflik dalam level yang berbedabeda (Devito, 1995:381).
Berbagai mithos tentang konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang,
yaitu: tradisional maupun kontemporer (Myers, 1993:234). Dalam pandangan
tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus
dihindari. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata
kasar. Sebaliknya, pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan
pada anggapan, konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai
konsekwensi logis interaksi manusia. Persoalannya, bukan bagaimana
meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat, sehingga
tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi.
Berdasarkan pemahaman diatas, ada dua hal penting yang bisa disorot mengenai konflik ;
1. konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal
ini berarti pula, bila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus
mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung
komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk.
Menurut Myers. Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk
mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982:
234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga
diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak
badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan,
1993:341)1.
2. konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342).
Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih
anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul
karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara
bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena
mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda.
Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut
biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
• Konflik individu dengan individu. Konflik semacam ini dapat terjadi
antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai
tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara
inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
• Konflik individu dengan kelompok. Konflik semacam ini dapat terjadi
antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu
karyawan dengan kempok pimpinan.
• Konflik kelompok dengan kelompok. Ini bisa terjadi antara kelompok
pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok
pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok
karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
2. Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik dikatakan
fungsional apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi
organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru
merugikan organisasi. Konflik dapat menjadi fungsional apabila dikelola
dan dikendalikan dengan baik. Contoh konflik yang fungsional dengan
kasus seorang manajer perusahaan yang menghadapi masalah tentang
bagaimana mengalokasikan dana untuk meningkatkan penjualan masing-masing
jenis produk. Pada saat itu setiap produk line berada pada suatu
devisi. Salah satu cara pengalokasian mungkin dengan memberikan dana
tersebut kepada devisi yang bisa mengelola dana dengan efektif dan
efisien. Jadi devisi yang kurang produktif tidak akan memperoleh dana
tersebut. Tentu saja di sini timbul konflik tentang pengalokasian dana.
Meskipun dipandang dari fihak devisi yang menerima alokasi dana yang
kurang, konflik ini dipanang infungsional, tetapi dipandang dari
perusahaan secara keseluruhan konflik ini adalah fungsional, karena akan
mendorong setiap devisi untuk lebih produktif. Manfaat yang mungkin
timbul dari contoh kasus di atas antara lain :
• Para manajer akan menemukan cara yang lebih efisien dalam menggunakan dana.
• Mereka mungkin bisa menemukan cara untuk menghemat biaya.
• Mereka meningkatkan prestasi masing-masing devisi secara keseluruhan
sehingga bisa tersedia dana yang lebih besar untuk mereka semua.
Meskipun demikian, mungkin juga timbul akibat yang tidak fungsional, di
mana kerjasama antara kepala devisi menjadi rusak karena konflik ini.
Setiap konflik, baik fungsional maupun infungsional akan menjadi sangat
merusak apabila berlangsung terlalu jauh. Apabila konflik menjadi di
luar kendali karena mengalami eskalasi, berbagai perilaku mungkin saja
timbul. Pihak-pihak yang bertentangan akan saling mencurigai dan
bersikap sinis terhadap setiap tindakan pihak lain. Dengan timbulnya
kecurigaan, masing-masing pihak akan menuntut permintaan yang makin
berlebihan dari pihak lain. Setiap kegagalan untuk mencapai hal yang
diinginkan akan dicari kambing hitam dari pihak lain dan perilaku
pihaknya sendiri akan selalu dibela dan dicarikan pembenarannya, bahkan
dengan cara yang emosional dan tidak rasional. Pada tahap seperti ini
informasi akan ditahan dan diganggu, sehingga apa yang sebenarnya
terjadi dan mengapa terjadi menjadi tidak diketahui. Dan segera bisa
muncul usaha untuk menggagalkan kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain.
Kegiatan untuk “menang” menjadi lebih dominan dari pada untuk mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Heidjrachman dari berbagai penelitian dan percobaan ternyata
ditemukan hasil-hasil yang mirip antara yang satu dengan yang lain
situasi, yang timbul akibat adanya konflik, baik konflik yang fungsional
maupun konflik yang infungsional. Di antaranya yang penting adalah :
• Timbulnya kekompakan di antara anggota-anggota kelompok yang mempunyai konflik dengan kelompok yang lain.
• Munculnya para pimpinan dari kelompok yang mengalami konflik.
• Ada gangguan terhadap persepsi para anggota atau kelompok yang mengalami konflik.
• Perbedaan antara kelompok yang mengalami konflik nampak lebih besar
dari pada yang sebenarnya, sedangkan perbedaan pendapat antar individu
dalam masing-masing kelompok tampak lebih kecil dari pada yang
sebenanya.
• Terpilihnya “wakil-wakil” yang kuat dari pihak-pihak yang mengalami konflik
• Timbulnya ketidakmampuan untuk berfikir dan menganalisa permasalahan secara jernih.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah :
1. Berbagai sumber daya yang langka.
Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu
dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin
menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber
konflik.
2. Perbedaan dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian
yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari
berbagai bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan
adanya konflik. Sebagai contoh : bagian penjualan mungkin ingin
meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratan-persyaratan
pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu
yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan
sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini
mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang
cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin
tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar.
3. Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling
berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan
pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh :
bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi
bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para
pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
ujian.
4. Perbedaan dalam nilai atau persepsi
Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap,
nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai
contoh : seorang pimpinan muda mungkin merasa tidak senang sewaktu
diberi tugas-tugas rutin karena dianggap kurang menantang kreativitasnya
untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa bahwa
tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
5. Sebab-sebab lain
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat
menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam
bekerja, ketidak jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
Metode Untuk Menangani Konflik
Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama
dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk
metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah
dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down).
Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan
yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”,
sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk
menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya
mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami
konflik. Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang
ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan
penyelesaian masalah secara integratif.
* Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan
konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke
bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang
kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang
lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan
dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan
pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
* Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar
yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara
ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang
terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang
merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari
pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena
tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya
untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau
berkonflik
* Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok
diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan
dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving).
Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan
masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi.
Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam
prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya
kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang
menimbulkan persoalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar