Evaluasi Efektifitas Pelatihan / Training
Dengan semakin meningkatkan kesadaran bahwa pelatihan adalah sebuah
investasi yang sangat perlu untuk perkembangan dan kemajuan perusahaan
maka efektivitas atau daya pengaruh pelatihan menjadi semakin penting.
Manajemen akan tidak memusingkan lagi pelatihan apakah yang akan
diberikan kepada karyawan, namun mereka lebih fokus pada apakah hasil
dari pelatihan, apakah pelatihan yang sudah diberikan kepada karyawan
dapat memberikan perubahan pada kemajuan perusahaan. Di sini, kita akan
bicara mengenai metodologi untuk mengevaluasi seberapa efektifkah
pelatihan.
Seorang Donald L Kirkpatrick, Professor Emeritus,
University Of Wisconsin (tempat dia meraih BBA, MBA dan PhD), pertama
kali mempubilkasikan idenya tentang level evaluasi pelatihan pada tahun
1959, di sebuah artikel jurnal US Training and Development. Menurutnya,
ada empat level yang harus dievaluasi untuk menentukan efektivitas suatu
pelatihan.
Keempat level yang dimaksud adalah
Level “reaction”: mengenai apakah yang dirasakan dan dipikirkan peserta pelatihan tentang pelatihan yang sudah diikutinya.
Level “learning”: mengenai
bagaimana perkembangan pengetahuan atau kemampuan peserta setelah
mendapat pelatihan. Apakah dia menjadi semakin pintar? Apakah dia
menjadi semakin termpil?
Level “behavior”: apakah
terjadi perubahan sikap (menjadi lebih baik) setelah mengikuti
pelatihan, apakah setelah pelatihan para peserta tidak mengulangi lagi
habitus lamanya? Adakah habitus professional yang baru yang dilakukannya
setelah pelatihan?
Level “result”: apakah ada dampak pelatihan pada kinerja perusahaan/organisasi?
Tidak
sedikit perusahaan yang hanya melaksanakan evaluasi pada level satu dan
level dua saja yaitu cukup mengetahui apakah peserta suka atau tidak
dengan pelatihannya dan juga apakah peserta mengerti tidak dengan materi
yang diberikan. Ketika perusahaan hanya melaksanakan eveluasi selevel
ini maka tak jarang pelatihan yang dilaksanakan sebenarnya tidak efektif
namun pelatihan yang sama tetap akan diberikan tahun depan. Ini namanya
pemborosan bukan?
Setiap level evaluasi memiliki alatnya
masing-masing, dan juga memiliki tingkat kesulitan sendiri-sendiri dalam
melaksanakan pengukurannya. Level “reaction” relative lebih mudah
dilaksanakan, alat yang digunakan misalnya sebuah cek list yang memuat
pertanyaan seperti bagaimana pendapat peserta tentang materi, trainer,
metode penyampaian, makanan, ruangan, waktu. Sementara level “learning”
evaluasinya dapat dilakukan dengan memberikan pre dan post test sebelum
dan sesudah pelatihan kemudian dibandingkan adakah perbedaaan atau
perkembangan pengetahuan. Evaluasi pada level “behavior” dapat dilakukan
dengan pengamatan/observasi setelah pelatihan pada keseharian peserta
dalam menjalankan tugasnya dan juga bisa dengan wawancara. Observasi
dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan habitus menjadi
lebih baik. Metode ini biasanya menjadi tanggungjawab manajer. Sementara
level “result” dilakukan evaluasi terhadap perubahan kinerja perusahaan
misalnya membandingkan nilai omset, profit, tingkat kesalahan, waktu
proses kerja, dan ROI periode sebelum dan sesudah ada pelatihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar