Sabtu, 13 Juli 2013

KOMUNIKASI : Arti, Fungsi dan Bentuk

Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2000 : 13).
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30).
Tidak ada kelompok yang dapat eksis tanpa komunikasi : pentransferan makna di antara anggota-anggotanya. Hanya lewat pentransferan makna dari satu orang ke orang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi komunikasi itu lebih dari sekedar menanamkan makna tetapi harus juga dipahami (Robbins, 2002 : 310).

Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2000 : 13).
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30).
Tidak ada kelompok yang dapat eksis tanpa komunikasi : pentransferan makna di antara anggota-anggotanya. Hanya lewat pentransferan makna dari satu orang ke orang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Tetapi komunikasi itu lebih dari sekedar menanamkan makna tetapi harus juga dipahami (Robbins, 2002 : 310).
Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi adalah :
a. Kendali : komunikasi bertindak untuk mengendalikan prilaku anggota dalam beberapa cara, setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan.
b. Motivasi : komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan bagaimana mereka bekerja baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar.
c. Pengungkapan emosional : bagi banyak karyawan kelompok kerja mereka merupakan sumber utama untuk interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka oleh karena itu komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.
d. Informasi : komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenai dan menilai pilihan-pilihan alternatif (Robbins, 2002 : 310-311).

Bentuk-bentuk Komunikasi
Bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Komunikasi vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.
b. Komunikasi horisontal
Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.
c. Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian (Effendy, 2000 : 17).
Pendapat lainnya menyebutkan, komunikasi dapat mengalir secara vertikal atau lateral (menyisi).
Dimensi vertikal dapat dibagi menjadi ke bawah dan ke atas.
a. Ke bawah : Komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu kelompok atau organisasi ke suatu tingkat yang lebih bawah. Kegunaan dari pada komunikasi ini memberikan penetapan tujuan, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan dan prosedur pada bawahan, menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian dan mengemukakan umpan balik terhadap kinerja.
b. Ke atas : komunikasi yang mengalir ke suatu tingkat yang lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi digunakan untuk memberikan umpan balik kepada atasan, menginformasikan mereka mengenai kemajuan ke arah tujuan dan meneruskan masalah-masalah yang ada.
Sedangkan dimensi lateral, komunikasi yang terjadi di antara kelompok kerja yang sama, diantara anggota kelompok-kelompok kerja pada tingkat yang sama, diantara manajer-manajer pada tingkat yang sama (Robbins, 2002 : 314-315).

BUDAYA ORGANISASI

budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota – anggota organisasi suatu system dari makna bersama .

  • Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Budaya mempunyai suatu peran menempatkan tapal batas; artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan jangkauannya.
2.   Budaya membawa satu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.  Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan-kepentingan dari individual seseorang.
4.  Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem social. Budaya merupakan perekat social yang membantu mempersatuakan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota.
5.  Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggaotanya.

kadang suatu budaya yang telah mengakar kuat menimbulkan efek yang negative antara lain :
1.      Penghalang terhadap suatu perubahan
Budaya terasa sebagai suatu beban, bilamana nilai-nilai yang ada tidak lagi cocok dengan nilai-nilai yang akan meningkatkan keefektifan suatu organisasi itu. Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan organisasi kita dinamis, bila bangunan itu mengalami perubahan yang cepat, budaya yang telah berakar dari organisasi itu mungkin tidak lagi tepat.
2.      Penghalang terhadap keanekaragaman
Budaya yang kuat menyebabkan tekanan yang cukup besar pada para anggota untuk menyesuaikan diri (conform). Mereka membatasi rentang nilai dan tatanan yang dapat diterima. Padahal organisasi-organisasi memperlihatkan individu yang beraneka ragam, karena kekuatan alternative yang dibawa mereka ke tempat kerja. Oleh karena itu, budaya yang kuat dapat merupakan beban (liabilitas) bila budaya itu dengan efektif menyingkirkan berbagai kekuatan unik tersebut.
3.      Penghalang terhadap afiliasi
Budaya yang kuat akan menjadi karakteristik suatu organisasi. Bila tidak terdapat kecocokan (kompatibilitas) antar organisasi suatu dengan yang lainnya, maka biasanya sualit untuk mengadakan kerja sama.

  • Membentuk dan Mempertahankan Budaya
Budaya suatu organisasi tidak muncul begitu saja dari suatu kehampaan. Budaya terbentuk melalui tahap-tahap sosialisasi secara sistematis sebagai berikut :
1.      Tahap kedatangan
Kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang anggota (civitas) baru bergabung dengan organisasi itu. Mereka datang dengan serangkaian nilai, sikap dan perilaku yang telah dimiliki sebelumnya. Disinalah muncul heteroginitas budaya.
2.      Tahap orientasi
Tahap dalam proses sosialisasi dimana seorang anggota (civitas) baru menaksirkan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Pada tahap ini, sering teradi konflik antara persepsi semula dengan realitas yang mereka temukan pada organisasi yang baru mereka masuki. Mereka dituntut untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut selama masa orientasi berlangsung.
3.      Tahap metamorfosis
Tahap dalam proses sosialisasi  di mana seorang anggota (civitas) baru menyesuaikan diri pada norma dan nilai kelompok kerjanya. Mereka sudah bisa menghayati dan menerima norma-norma organisasi dan kelompok kerja mereka. Disinilah suatu organisasi akan menerima hasil dari proses sosialisasi yang berupa produktivitas, komitmen dan perputaran.

Pengertian dan Tujuan Analisis Jabatan

Pengertian dan Tujuan Analisis Jabatan
Job Analysis (Analisis Jabatan/Pekerjaan) adalah suatu kegiatan pengumpulan data/informasi yang menyangkut tentang sesuatu jabatan/pekerjaan untuk menetapkan uraian jabatan/pekerjaan dan persyaratan  jabatan/pekerjaan.
Kegiatan  job analysis ini menghasilkan:  JOB DESCRIPTION (URAIAN JABATAN)  dan  JOB SPECIFICATION (SPESIFIKASI/PERSYARATAN JABATAN)

Job Description: uraian yang menggambarkan bagaimana suatu jabatan/pekerjaan itu dilaksanakan, bagaimana wewenang, tanggung jawab, hubungannya dengan jabatan/pekerjaan lain dan risiko jabatan/pekerjaan tsb.
Job Specification: uraian tentang persyaratan yang diperlukan bagi seseorang yang akan memangku/melaksanakan sesuatu jabatan/pekerjaan.
Ada dua tujuan dari kegiatan analisis jabatan/pekerjaan:
  1. Untuk menyusun uraian jabatan (job description) dan per syaratan jabatan (job specification).
  2. Sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan MSDM.
Adapun isi pokok suatu deskripsi jabatan/pekerjaan sbb:
  • a. Identifikasi jabatan/pekerjaan
  • b. Ringkasan jabatan/pekerjaan
  • c. Rincian tugas yang dilaksanakan
  • d. Pengawasan yang diberikan dan diterima
  • Hubungan dengan jabatan atau jenis pekerjaan lainnya
  • f. Bahan, alat, dan mesin yang dipergunakan
  • g. Kondisi lingkungan kerja
Spesifikasi jabatan/pekerjaan mengandung hal-hal sbb:
a. Identifikasi Jabatan
  •       – Nama
  •       – Kode
  •       – Bagian
b. Persyaratan Jabatan
1. Pendidikan
2. Tingkat kecerdasan minimum yang diperlukan
3. Pengalaman yang diperlukan
4. Pengetahuan dan keterampilan
5. Peryaratan fisik
6. Status perkawinan
7. Jenis kelamin
8. Usia
9. Kewarganegaraan
10. Kualifiaksi emosi
11. Kemampuan-kemampuan khusus lainnya
Manfaat Analisis Jabatan :
1.Menetapkan dasar-dasar rasional pengupahan dan penggajian
yang obyektif.
2.Menghapuskan persyaratan-persyaratan kerja yang dapat me nyebabkan diskriminasi dalam pengadaan karyawan.
3.Merencanakan kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia  di waktu yang akan datang dan sebagai basis perencanaannya.
4.Menentukan lamaran-lamaran dengan lowongan-lowongan  pekerjaan yang tersedia.
5.Menentukan dasar-dasar dan kebutuhan penyelenggaraan  latihan baik bagi karyawan baru maupun karyawan lama.
6.Menentukan pola atau pokok-pokok sistem pengembangan  karier karyawan yang tepat dan menyeluruh.
7.Menetapkan standar-standar prestasi kerja yang realistik
8.Menempatkan karyawan pada pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya secara efektif.
9.Penataan jabatan dan pengembangan organisasi.
10.Membantu kemudahan dalam memahami tugas terutama bagi karyawan baru.
11.Memperbaiki aliran atau alur kerja
12.Memperlancar hubungan kerjasama dan saling pengertian antar  karyawan dan antarsatuan organisasi.
Tahap-tahap kegiatan Analisis Jabatan:
1.Persiapan Analisis jabatan
2.Pengumpulan data
3.Pengolahan data
4.Penggunaan dan Penyajian Informasi Jabatan
Metode  yang Digunakan dalam Analisis Jabatan
  • Analisis dokumen yg tertulis ttg jabatan/pekerjaan tsb.
  • Menyebarkan kuesioner ke seluruh karyawan utk memperoleh informasi ttg jenis pekerjaan, wewenang, tanggung jawab, hubungan kerja dan risiko kerja dari jabatan/pekerjaan yg dilakukannya.
  • Observasi ke lapangan utk membuktikan / cross check atas kebenaran pernyataan dlm kuesioner.
  • Wawancara dgn pejabat kunci utk lebih meyakinkan perolehan data/informasi atas ketiga kegiatan di atas.
  • Merumuskan semua data/informasi yg diperoleh oleh seorang Job Analist.
Pekerjaan terakhir adalah menyusun/menetapkan Job Description dan Job Specification.

ANALISA JABATAN

Evaluasi Efektifitas Pelatihan / Training

Dengan semakin meningkatkan kesadaran bahwa pelatihan adalah sebuah investasi yang sangat perlu untuk perkembangan dan kemajuan perusahaan maka efektivitas atau daya pengaruh pelatihan menjadi semakin penting. Manajemen akan tidak memusingkan lagi pelatihan apakah yang akan diberikan kepada karyawan, namun mereka lebih fokus pada apakah hasil dari pelatihan, apakah pelatihan yang sudah diberikan kepada karyawan dapat memberikan perubahan pada kemajuan perusahaan. Di sini, kita akan bicara mengenai metodologi untuk mengevaluasi seberapa efektifkah pelatihan.
Seorang Donald L Kirkpatrick, Professor Emeritus, University Of Wisconsin (tempat dia meraih BBA, MBA dan PhD), pertama kali mempubilkasikan idenya tentang level evaluasi pelatihan pada tahun 1959, di sebuah artikel jurnal US Training and Development. Menurutnya, ada empat level yang harus dievaluasi untuk menentukan efektivitas suatu pelatihan.
Keempat level yang dimaksud adalah
Level “reaction”: mengenai apakah yang dirasakan dan dipikirkan peserta pelatihan tentang pelatihan yang sudah diikutinya.
Level “learning”: mengenai bagaimana perkembangan pengetahuan atau kemampuan peserta setelah mendapat pelatihan. Apakah dia menjadi semakin pintar? Apakah dia menjadi semakin termpil?
Level “behavior”: apakah terjadi perubahan sikap (menjadi lebih baik) setelah mengikuti pelatihan, apakah setelah pelatihan para peserta tidak mengulangi lagi habitus lamanya? Adakah habitus professional yang baru yang dilakukannya setelah pelatihan?
Level “result”: apakah ada dampak pelatihan pada kinerja perusahaan/organisasi?
Tidak sedikit perusahaan yang hanya melaksanakan evaluasi pada level satu dan level dua saja yaitu cukup mengetahui apakah peserta suka atau tidak dengan pelatihannya dan juga apakah peserta mengerti tidak dengan materi yang diberikan. Ketika perusahaan hanya melaksanakan eveluasi selevel ini maka tak jarang pelatihan yang dilaksanakan sebenarnya tidak efektif namun pelatihan yang sama tetap akan diberikan tahun depan. Ini namanya pemborosan bukan?
Setiap level evaluasi memiliki alatnya masing-masing, dan juga memiliki tingkat kesulitan sendiri-sendiri dalam melaksanakan pengukurannya. Level “reaction” relative lebih mudah dilaksanakan, alat yang digunakan misalnya sebuah cek list yang memuat pertanyaan seperti bagaimana pendapat peserta tentang materi, trainer, metode penyampaian, makanan, ruangan, waktu. Sementara level “learning” evaluasinya dapat dilakukan dengan memberikan pre dan post test sebelum dan sesudah pelatihan kemudian dibandingkan adakah perbedaaan atau perkembangan pengetahuan. Evaluasi pada level “behavior” dapat dilakukan dengan pengamatan/observasi setelah pelatihan pada keseharian peserta dalam menjalankan tugasnya dan juga bisa dengan wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan habitus menjadi lebih baik. Metode ini biasanya menjadi tanggungjawab manajer. Sementara level “result” dilakukan evaluasi terhadap perubahan kinerja perusahaan misalnya membandingkan nilai omset, profit, tingkat kesalahan, waktu proses kerja, dan ROI periode sebelum dan sesudah ada pelatihan.

Produktivitas Kerja

Pengertian Produktivitas - Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja dan teknis operasional, secara filosofis, Produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas dan akan terus meningkatkan kemampuan kerjanya ( Pengertian Produktivitas Kerja Menurut Para Ahli  )


Definisi Produktivitas Kerja Menurut Para Ahli >> Untuk definisi kerja, Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu, definisi kerja ini mengandung cara atau metode pengukuran, walaupun secara teori dapat dilakukan secara tetapi secara praktek sukar dilaksanakan, terutama karena sumber daya masukan yang dipergunakan umumnya terdiri dari banyak macam dan di proporsi yang berbeda.
Menurut Moekijat (1999) produktivitas karyawan perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor : (hal 30)
 a.    Kualitas dan kemampuan fisikal karyawan
Kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos, mental dan kemampuan fisik karyawan.
b.    Sarana pendukung
Sarana pendukung atau peningkatan produktivitas kerja karyawan dapat dikelompokkan pada dua golongan, yaitu :
  • Menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi sarana, dan peralatan produksi, tingkat keselamatan dan kesehatan serta suasana di lingkungan kerja itu sendiri.
  • Menyangkut kesejahteraan karyawan yang tercermin di sistem pengupahan dan jaminan kelangsungan kerja.
c.    Supra sarana
Aktifitas perusahaan tidak terjadi di isolasi. Apa yang terjadi di dalam perusahaan dipengaruhi oleh apa yang terjadi diluarnya, seperti sumber faktor produksi yang akan digunakan, prospek pemasaran, perpajakan perijinan, dll.

Pengertian Produktivitas Kerja Menurut Para Ahli | Sedangkan menurut Ravianto dibukunya produktivitas dan pengukuran, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan itu antara lain (Ravianto, 1986):
  • Pendidikan
  • Lingkungan dan iklim kerja
  • Ketrampilan
  • Huungan industrial 
  • Sikap dan etika kerja
  • Teknologi
  • Motivasi
  • Gizi dan kesehatan
  • Sarana produksi
  • Tingkat penghasilan
  • Manajemen
  • Jaminan sosial
  • Kesempatan berprestasi
Pengertian Produktivitas Kerja
Usaha-usaha Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja
Guna mencapai efisiensi, produktivitas karyawan sangat diperlukan. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain (Ravianto, 1986):
  1. Peningkatan pendidikan
    Pendidikan dan latihan menambah pengetahuan dan ketrampilan kerja. Latihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan umumnya bersifat formal.
  2. Perbaikan penghasilan dan pengupahan
    Perbaikan pengupahan pada akhirnya akan dapat menjamin perbaikan gizi dan kesehatan. Kekurangan gizi masyarakat bukan saja menghambat  pertumbuhan anak-anak tetapi juga secara langsung mempengaruhi produktivitas karyawan. Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan seseorang tidak dpat memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan yang memadai, yang lebih lanjut menyebabkan produktivitas yang rendah.
  3. Pemilihan teknologi sarana pelengkap untuk berproduksi
    Seseorang yang menggunakan peralatan yang lengkap dan sempurna  lebih tinggi produktivitasnya dibanding dengan orang yang menggunakan peralatan yang lebih sederhana.
  4. Peningkatan kemampuan pimpinan
    Kemampuan dan tingkat produktivitas kerja yang tinggi dari karyawan tidak ada begitu saja jika tidak didukung oleh pimpinan yang kreatif dan partisipatif. Untuk itulah pihak manajemen sangat diperlukan partisipasinya.

Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang utama harus ada dalam sebuah manajemen. Istilah pelatihan (training) mengacu pada serangkaian kegiatan yang memberikan peluang untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pelatihan diberikan kepada karyawan yang baru maupun karyawan yang telah ada, tujuannya adalah untuk menghadapi situasi – situasi yang berubah. Sementara itu program pengembangan (development) dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan untuk pekerjaan masa depan. Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana karyawan manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan umum.
Menurut Pigors dan Myers (1961:33) “Pendidikan dan Pelatihan merupakan upaya untuk pengembangan SDM, terutama untuk pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu jabatan atau tugas tertentu. Untuk pendidikan dan pelatihan ini, langkah awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang menyangkut tiga aspek, yaitu: analisis organisasi, analisis pekerjaan, dan analisis pribadi”.
Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge, and attitudes by organizational members”. Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula :“development focusses more on improving the decision making and human relation skills of middle and upper level management, while training involves lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject matter”.
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Menurut Mariot Tua Efendi H (2002), “Pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai”.
Lain lagi dengan Sjafri Mangkuprawira (2004), “Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar.”
Dari berbagai macam pendapat para ahli di atas, dapat di tarik satu kesimpulan kalau pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia agar bisa menjadi sumber daya yang berkualitas baik dari segi pengetahuan, keterampilan bekerja, tingkat professionalisme yang tinggi dalam bekerja agar bisa meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dengan baik.
Tujuan Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusia (SDM) mempunyai tujuan yang terdiri dari beberapa tujuan antara lain:
  1. Memutakhirkan keahlian seorang individu sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa setiap individu dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru.
  2. Mengurangi waktu belajar seorang individu baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.
  3. Membantu memecahkan persoalan operasional.
  4. Mengorientasikan setiap individu terhadap organisasi.
  5. Memberikan kemampuan yang lebih tinggi dalam melaksanakan tugas dalam bekerja.
  6. Meningkatkan tingkat professionalisme para karyawan.

KESELAMATAN KERJA

I. KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja.

Manajemen modern memasukan keselamatan kerja sebagai satu bagian dari ruang lingkup ketatalaksanaan yang dilakukannya. Hanya dengan penerapan keselamatan kerja yang baik, manajemen dapat berfungsi dengan baik. Pengalaman menunjukan bahwa terjadinya kecelakaan, kebakaran dan peledakan sangat mengganggu efektivitas dan efisiensi suatu manajemen.

Penerapan keselamatan kerja di dalam industri bertujuan :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

3. Memeriksa dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien.

Keselamatan kerja merupakan upaya teknologi pengendalian untuk pencegahan kecelakaan kerja disamping mencegah korban manusia menderita luka, cacat dan kematian, juga mengurangi atau meniadakan kerugian harta benda, hambatan pengembangan potensi ekonomi, diskontinuitas produksi dan lain-lain.

II. SEBAB-SEBAB KECELAKAAN

Suatu kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada sebabnya, oleh karenanya kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemampuan untuk mencegahnya. Dengan meneliti dan menemukan sebab-sebab kecelakaan yang kemudian digunakan sebagai bahan dalam usaha-usaha koreksi terhadap sebab-sebab kecelakaan tersebut, sehingga kecelakaan dapat dicegah.

A. SEBAB-SEBAB KECELAKAAN AKIBAT KERJA DAPAT DIGOLONGKAN SEBAGAI BERIKUT

1. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)

Sebab-sebab kecelakan oleh keadaan lingkungan yang tidak aman akan meliputi mesin, kendaraan, alat-alat penyalur tenaga, alat-alat listrik, alat-alat tangan, bahan kimia, bahan-bahan yang mudah terbakar/meledak, debu, radiasi, landasan tempat kerja seperti lantai, jalan, gang dan lain-lain. Dan untuk memudahkan dikelompokkan sebagai berikut :

a. Perkakas, alat-alat dan bahan-bahan yang rusak (misalnya, karena rusak, sudah tua, pecah kendor dan lain-lain).

b. Pengaman mesin yang tidak baik, atau alat-alat/perkakas yang sama sekali tanpa alat pengaman. Misalnya, katrol, gir, ban berjalan, mata pisau, pisau rantai, roda gerinda, pemindahan arus dll.

c. Pengaturan-pengaturan yang salah atau prosedur yang berbahaya. Misalnya, kesalahan rencana penempatan mesin, tak ada rencana untuk keselamatan (brosur, peraturan-peraturan kerja, gambar-gambar tanda bahaya, tidak ada label/identitas pada botol dan kaleng yang berisi bahan-bahan atau larutan-larutan yang berbahaya dan proses yang berbahaya.

d. Keadaan lingkungan kerja yang tidak diinginkan. Misalnya, banyak timbunan-timbunan, tempat yang berjubel, suhu yang tidak tepat, pertukaran udara yang kurang, tak ada penghisap debu keadaan lingkungan yang tidak sehat, dan sebagainya.

e. Pakaian yang berbahaya. Misalnya, tenaga kerja tidak boleh bekerja dengan lengan baju yang panjang, berdasi, memakai perhiasan, harus memakai goggles, helmet, apron, masker topeng muka dan sebagainya.

f. Keadaan gedung yang berbahaya. Misalnya, lantai rusak, tidak ada APK (Alat Pemadam Kebakaran), bahaya-bahaya listrik, tidak ada bak sampah dan sebagainya.

2. Tingkah laku manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts).

2.1. Umumnya bahaya-bahaya kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yang berupa tindakan-tindakan tidak aman (tidak memenuhi keselamatan) adalah sebagai berikut :

a. Bekerja pada mesin yang bukan haknya, melupakan keamanan atau peringatan.
b. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya (terlalu lambat, terlalu cepat, tergesa-gesa.
c. Tidak memasang atau memindahkan atau tidak menghubungkan atau kesalahan menyetel alat-alat pengaman mesin.
d. Mempergunakan alat-alat yang tidak aman, mempergunakan tangan sebagai pengganti peralatan atau mempergunakan alat-alat secara tidak aman (pemberian beban, penempatan, pengadukan, pencampuran)
e. Mengambil posisi/penempatan diri yang membahayakan (berdiri atau bekerja dibawah beban yang menggantung, mengangkat barang dengan menggunakan kekuatan punggung).
f. Bekerja pada peralatan/mesin yang bergerak atau berbahaya (membersihkan, memberikan pelumas, menyetel dan lain-lain).
g. Tidak memperhatikan peraturan, mengganggu orang lain, marah-marah bercanda.
h. Lupa menggunakan alat pelindung diri (goggles, respirator, sumbat telinga, helmet dll)

2.2. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan

Setiap kecelakaan adalah suatu kerugiaan, dan kerugian ini terlihat dari adanya biaya dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya kecelakaan dapat dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung ialah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dan industri yang dengan segera dapat diketahui jumlahnya yaitu termasuk biaya atas PPPK, biaya perawatan dan pengobatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan dan kompensasi cacat dan gaji yang harus dibayarkan. Biaya tersembunyi adalah biaya untuk segala sesuatu yang tidak terlihat (tidak dapat dengan segera diketahui) pada waktu atau beberapa waktu setelah peristiwa kecelakaan, dan ini akan meliputi :

1. Biaya yang hilang oleh operasi yang berhenti, karena terjadi peristiwa kecelakaan.

2. Biaya atas waktu yang hilang disebabkan tenaga kerja yang lain berhenti bekerja karena :
a. Tertarik oleh peristiwa kecelakaan
b. Rasa setia kawan
c. Menolong
d. Alasan alasan lain

3. Biaya atas waktu yang hilang oleh supvisor, atau bagian executive lainnya yang :
a. Mengunjungi tenaga kerja yang menderita kecelakaan
b. Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan
c. Mengatur dan menunjuk tenaga kerja yang lain untuk meneruskan pekerjaan tenaga kerja yang menderita kecelakaan
d. Memilih dan melatih seseorang tenaga kerja baru untuk menggantikan tenaga kerja yang menderita kecelakaan

4. Biaya atas kerusakan mesin-mesin, alat-alat dan bahan-bahan

5. Upah selama tenaga kerja tak mampu bekerja

6. Hilangnya kesempatan mendapat keuntungan oleh karena tenaga kerja menderita kecelakaan serta mesin menjadi tidak berfungsi.

7. Kerugian oleh menurunnya moral (gairah) kerja atas terjadinya peristiwa kecelakaan.

8. Dan lain-lain.

B. KESELAMATAN KERJA DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

Dari uraian dimuka tentang pengertian dan ruang lingkup kegiatan Keselamatan Kerja terlihat bahwa, dalam kegiatan keselamatan kerja ada hubungan erat antara keselamatan tenaga kerja dengan pemakaian mesin, alat-alat kerja, pesawat, dan lain-lain yang dapat menimbulkan kecelakaan.

Antara kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja tak dapat dipisahkan. Seorang tenaga kerja yang sakit atau terganggu kesehatannya tidak akan mampu melaksanakan pekerjaannya secara baik dan tidak produktif, bahkan dapat membahayakan kesehatannya. Sedangkan tenaga kerja yang menderita kecelakaan kerja tentu tidak dapat melaksanakan pekerjaannya sama sekali.

Jelas bahwa kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi milik tenaga kerja selama melaksanakan pekerjaannya. Keselamatan kerja bertujuan agar tenaga kerja selamat, sejahtera dan produktif.

1. Hubungan antara kesehatan dengan produktivitas

Seorang tenaga kerja yang sakit biasanya kehilangan produktivitasnya secara nyata, bahkan tingkat produktivitasnya sering menjadi nihil sama sekali. Keadaan sakit yang menahun menjadi sebab rendahnya produktivitas untuk waktu yang relatif panjang. Adapun keadaan diantara sehat dan sakit juga menjadi turunnya produktivitas yang sering dapat dilihat secara nyata bahkan besar. Terdapat tiga alas an yang kian banyak pembuktian ilmiah dan pengungkapan faktanya dilapangan.

a. Untuk efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi, pekerjaan harus dilaksanakan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Cara dan lingkungan kerja seperti itu antara lain meliputi penyerasian tenaga kerja dengan mesin, peralatan atau volume kerja, sikap kerja yang tepat, pengekonomisan upaya, suhu yang nyaman, penerangan yang memadai, udara segar dan lain-lain. Cara dan lingkungan tersebut perlu diserasikan dengan tingkat kesehatan dan gizi kerja yang bersangkutan.

b. Tingkat produktivitas dan efisiensi tenaga kerja ditentukan oleh derajat kesehatan tenaga kerja. Gangguan kesehatan menjadi sebab penurunan hasil kerja, diorganisasikan, pengubahan cara kesalahan dan kecelakaan.

c. Biaya cidera, penyakit atau gangguan kesehatan merupakan pemborosan dan oleh karena itu sama sekali tidak produktif.

Oleh karena kesehatan dan keselamatan kerja sendiri berjalan sejajar dengan pencegahan kerugian akibat kecelakaan secara menyeluruh, maka keselamatan kerja juga pada akhirnya mempunyai arti besar bagi peningkatan produktivitas.

2. Hubungan antara tingkat keselamatan dan tingkat produktivitas

Dalam hubungan ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Dengan pelaksanaan keselamatan kerja yang sebaik-baiknya, kecelakaan-kecelakaan yang mendatangkan kerugian material dan finansial dapat dihindari.

b. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggunaan peralatan kerja dan mesin yang produktif dan efisiensi.

c. Praktek keselamatan kerja yang baik menciptakan kondisi-kondisi yang mendukung kenyamanan serta kegairahan kerja, sehingga factor manusia dapat diserasikan dengan tingkat efisiensi kerja yang tinggi.

d. Kemampuan bekerja secara selamat merupakan suatu segi keterampilan yang sangat essensial bagi kelangsungan proses produksi.

e. Keselamatan kerja yang mengarahkan partisipasi semua pihak dapat menciptakan iklim kerja sebagai landasan kuat untuk melancarkan produksi.

Dari uraian tersebut di atas terlihat secara jelas bahwa penerapan Hiperkes dan Keselamatan kerja sebaik-baiknya memberikan dampak positif dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja.

KECELAKAAN KERJA

DEFINISI
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan dan mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu. Biasanya didahului oleh keadaan dan/atau tindakan membahayakan

Luka-luka selalu terjadi sebagai akibat dari terselesaikannya urut-urutan faktor yang mana faktor yang terakhir dari urut-urutan kejadian tersebut adalah luka-luka itu sendiri. Kecelakaan yang menyebabkan luka-luka tersebut selalu disebabkan oleh tindakan berbahaya dari orang dan/atau bahaya mekanik/fisik (H.W. Heinrich).

Down Grading Incident : adalah kejadian yang diakibatkan oleh keadaan atau tindakan yang menyimpang dari standard pelaksanaan kerja yang mengakibatkan penurunan nilai dari effisiensi suatu bisnis (Frank E. Biro Yr).

Keselamatan : dalam arti kata luas adalah keutuhan hidup, dalam arti sempit adalah keutuhan hidup fisis, yang secara tidak langsung menyatakan penghindaran kecelakaan (Whitney).

Pokok-Pokok Temuan Teori Sebab Ganda Kecelakaan

1. Sebab kecelakaan (satu), biasanya ada banyak. Maka dari itu dalam menginvestigasi kecelakaan, temukan semua faktor penyebabnya.

2. Biasanya latar belakang dari masih adanya tindakan/keadaan berbahaya dalam operasional :

a. Tidak ada peraturan/standard
b. Tidak ada prosedur inspeksi
c. Tidak ada prosedur training
d. Kurang tepat pelaksanaan pengawasan dibidang 5R

3. Manajemen supaya mengeluarkan peraturan/prosedur/standard 5R dan Safety Program (PIC Safety).

4. Manajemen supaya mengeluarkan prosedur tentang inspeksi dan investigasi kecelakaan.

5. Manajemen supaya mengeluarkan prosedur tentang pelatihan penanggulangan dan penanganan kecelakaan kerja.

ALAT PELINDUNG DIRI

1. Respirator dan masker

Sebagai pelindung pernapasan dari sumber bahaya di udara tempat kerja seperti : pencemaran udara oleh gas / uap, partikel (debu, asap, fumes), kekurangan oxygen.

Macam respirator dan masker yang digunakan adalah :

a. Masker Kain
Masker ini gunakan untuk daerah tingkat polusi rendah (digunakan di PT. Indovickers Cipinang dan Cileungsi untuk lokasi Gudang dan Maintenance).

b. Masker 3M
Masker ini gunakan untuk daerah yang dianggap tingkat polusi udara menengah, debu, partikel-partikel, dll (digunakan di PT. Indovickers Cipinang dan Cileungsi) khususnya untuk lokasi proses kayu (Forming, MPPress, Sanding under Painting & Finishing apabila diperlukan).

c. Masker Kepala babi (Chemical Respirator)
Masker ini gunakan untuk daerah yang dianggap tingkat polusi tinggi yang dapat mengakibatkan penapasan terganggu pada saat menghirup udara (digunakan di PT. Indovickers Cipinang dan Cileungsi). Khususnya untuk lokasi Powder Coating dan Finishing.

Kaca mata dan gogles

Sebagai pelindung mata. Mata dan muka adalah organ tubuh yang sangat rawan terhadap bahan-bahan korosif : asam sulfat, soda, lemparan benda-benda kecil dan lain-lain. Untuk operator pengguna mesin Router diharuskan menggunakan kaca mata jenis Clear sebagai pelindung (untuk Lokasi Cipinang dan Cileungsi).

Geogles : untuk melindungi mata dari pekerjaan yang berbahaya.

Macam Kaca mata / goggles yang digunakan adalah :
a. Kaca Mata Clear
b. Kaca Mata Las

2. Sarung tangan
Untuk melindungi tangan dan dipakai untuk menangani :

a. Zat korosif kulit seperti : asam sulfat, asam nitrat, perak nitrat, asam klorida, natrium hidraoxida
b. Zat beracun yang terabsorbsi lewat kulit seperti : cyanide, benzena, larutan krom
c. Bahan/pekerjaan pada suhu yang tinggi

Macam-macam sarung tangan :
a. Sarung tangan Kimia (Chemical Glove)
b. Sarung tangan las
c. Sarung tangan kerja (Working Glove)

Untuk sarung tangan jenis ini digunakan pada proses Assembly (bila diperlukan), proses Metal Preparation, proses Powder Coating, Proses Gudang, Maintenance dan Proses Delivery (apabila diperlukan), untuk Lokasi PT. Indovickers Cileungsi sarung tangan ini digunakan untuk proses Gudang, proses Maintenance dan proses Delivery.

3. Sepatu pelindung kaki (safety shoes)

a. Tertimpa benda berat, terkena logam cair tersiram bahan kimia korosif
b. Exim karena zat kimia, tersandung, terkena benda tajam

Sepatu biasa: tidak licin bertumit rendah

Sepatu pelindung: dari karet, kulit, karet sintetik atau pelastik, harus dijahit/pres tanpa paku untuk menghindari listrik.

4. Sumbat / penutup telinga (Ear Plugs)
Terbuat dari karet, plastik kapas tutup telinga.

5. Helm
Untuk melindungi kapala dari :
1. Kejatuhan / benturan benda keras
2. Rambut tak tertarik pada mesin putar

Untuk proses yang menggunakan Helm biasanya adalah : Proses Delivery, Gudang,
Maintenance dan instalasi (apabila diperlukan).

6. Pakaian Kerja
Melindungi tubuh dari pengaruh panas, cairan kimia.
Terbuat dari katun, wol asbes (anti panas), karet/plastik melindungi diri dari cairan kimia

7. Safety Belt (Sabuk Pengaman)
Sabuk pengaman ini digunakan sebagai alat pengaman disaat berada pada ketinggian
yang dapat membahayakan diri kita, digunakan di PT. XYZ.

TIGA PRINSIP KESELAMATAN KERJA

1. PENGATURAN YANG RAPIH

Dimaksud agar segala sesuatu diatur serapih mungkin dengan prinsip-prinsip keselamatan kerja.

Contoh :
- Warna-warna tertentu untuk peralatan keselamatan mesin dan sebagainya.
- Jalan-jalan yang aman dan bersih (adanya Parting Line).
- Lay out yang teratur
- Penempatan barang-barang dan sebagainya.

2. PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN

Tentukan keadaan berbahaya/tidak aman dari mesin-mesin, alat-alat kerja dan lain-lain lebih awal dengan pemeriksaan alat-alat kerja dan lain-lain lebih awal dengan pemeriksaan, adakan perbaikan dan pemeliharaan sebelum terjadi kecelakaan

3. STANDARD OPERASI

Banyak hal yang harus ditentukan dalam standard operasi termasuk di dalamnya : pakaian kerja, alat pelindung karyawan maupun alat pelindung mesin, alat kerja yang sesuai prosedur kerja dan standard inspeksi.

Mencegah atau menghilangkan unsur-unsur pribadi penyebab ketidaksesuaian / kerusakan dari yang sekecil-kecilnya terhadap :
- Manusia
- Mesin
- Material
- Alat-alat kerja (tools)
- Termasuk seluruh hak milik perusahaan

EMPAT LANGKAH MENUJU KESELAMATAN KERJA

LANGKAH I: PERSIAPAN YANG BAIK

- Pikirkan mengenai tugas-tugas anda
- Atur tata letak mesin-mesin dan alat-alat kerja
- Berkomunikasi dengan baik
- Sediakan tanda-tanda keselamatan kerja/keamanan

LANGKAH II: ULANGI PEMERIKSAAN
- Adakah mesin dan alat-alat kerja dalam keadaan sempurna.
- Adakah pelindung yang baik.
- Periksa peralatan-peralatan listrik

LANGKAH III: BEKERJALAH BERHATI-HATI
- Ikuti petunjuk Pimpinan / Kepala Regu
- Bekerja samalah dengan sesama karyawan
- Ikuti petunjuk Standard Operasi / Instruksi Kerja
- Bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan
- Jangan meremehkan pekerjaan-pekerjaan yang sederhana/kecil
- Bertekunlah sampai akhir pekerjaan
- Periksalah meskipun masih setengah selesai

LANGKAH IV : PEMERIKSAAN AKHIR
- Laporkan pada Pimpinan / Kepala
- Periksa mesin dan alat-alat kerja
- Bersihkan, rapihkan alat-alat kerja

PROGRAM PEMBINAAN DAN PENYULUHAN K3 DAN HSE

1. Pembinaan dan penyuluhan (Sosialisasi) K3 dan HSE dapat dilakukan pada saat morning meeting harian.

2. Program K3 untuk Cipinang & Cileungsi dari dinas Kesehatan dan Keselamatan Kerja dilaksanakan setiap 6 bulan sekali dan waktu diatur sesuai dengan jadwal yang dibuat oleh Departemen HRD mengacu dengan program yang akan diterapkan di PT. Indovickers (ISO 14001 dan ISO 18001).

3. Penilaian 5R dilakukan setiap 6 bulan sekali dan dimonitoring setiap 3 bulan sekali yang mana penilaian harian harus mengacu pada kriteria Form yang sama.

PERATURAN PENGGUNAAN ALAT SAFETY
PT. XYZ

Peraturan :

1. Kacamata, Masker, Up-front dan lain-lain (Alat Safety) digunakan pada waktu bekerja.

2. Kacamata harus dirawat dan dipelihara dengan baik.

3. Alat safety yang hilang/rusak dikarenakan kelalaian Karyawan maka karyawan tersebut harus mengganti dengan alat safety yang sama (Baru).

4. Alat safety harus selalu digunakan pada saat bekerja, jika terjadi kesalah gunaan pemakaian maka karyawan (Pemakai) akan mendapat teguran keras dari penanggung jawab Safety.

5. Untuk safety shoes dalam kurun waktu 6 bulan (safety shoes rusak) karyawan diharuskan mengganti 50% dari harga beli.

6. Untuk kaca mata safety dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan rusak/hilang karyawan diharuskan mengganti 100%.

7. Semua atasan diharapkan dapat memberi contoh yang baik kepada bawahannya.

Selasa, 09 Juli 2013

Manajemen Konflik dalam Organisasi

Terjadinya konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi.
Istilah konflik berasal dari bahasa Latin, “Com” yang berarti “bersama” dan “Fligere” yang berarti melanggar, menabrak, menemukan, membentur. Dengan demikian, konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain, karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, “pertikaian” menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu, yang diekspresikan, diingat dan dialami (Pace & Faules, 1994:249). Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984). Konflik senantisa berpusat pada beberapa sebab utama: tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumbersumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341). Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbedabeda (Devito, 1995:381).
Berbagai mithos tentang konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional maupun kontemporer (Myers, 1993:234). Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Sebaliknya, pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan, konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekwensi logis interaksi manusia. Persoalannya, bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat, sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi.
Berdasarkan pemahaman diatas, ada dua hal penting yang bisa disorot mengenai konflik ;
1. konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti pula, bila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers. Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341)1.
2. konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342).
Konflik dapat diartikan sebagai ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
• Konflik individu dengan individu. Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
• Konflik individu dengan kelompok. Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kempok pimpinan.
• Konflik kelompok dengan kelompok. Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
2. Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik dikatakan fungsional apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru merugikan organisasi. Konflik dapat menjadi fungsional apabila dikelola dan dikendalikan dengan baik. Contoh konflik yang fungsional dengan kasus seorang manajer perusahaan yang menghadapi masalah tentang bagaimana mengalokasikan dana untuk meningkatkan penjualan masing-masing jenis produk. Pada saat itu setiap produk line berada pada suatu devisi. Salah satu cara pengalokasian mungkin dengan memberikan dana tersebut kepada devisi yang bisa mengelola dana dengan efektif dan efisien. Jadi devisi yang kurang produktif tidak akan memperoleh dana tersebut. Tentu saja di sini timbul konflik tentang pengalokasian dana. Meskipun dipandang dari fihak devisi yang menerima alokasi dana yang kurang, konflik ini dipanang infungsional, tetapi dipandang dari perusahaan secara keseluruhan konflik ini adalah fungsional, karena akan mendorong setiap devisi untuk lebih produktif. Manfaat yang mungkin timbul dari contoh kasus di atas antara lain :
• Para manajer akan menemukan cara yang lebih efisien dalam menggunakan dana.
• Mereka mungkin bisa menemukan cara untuk menghemat biaya.
• Mereka meningkatkan prestasi masing-masing devisi secara keseluruhan sehingga bisa tersedia dana yang lebih besar untuk mereka semua.
Meskipun demikian, mungkin juga timbul akibat yang tidak fungsional, di mana kerjasama antara kepala devisi menjadi rusak karena konflik ini. Setiap konflik, baik fungsional maupun infungsional akan menjadi sangat merusak apabila berlangsung terlalu jauh. Apabila konflik menjadi di luar kendali karena mengalami eskalasi, berbagai perilaku mungkin saja timbul. Pihak-pihak yang bertentangan akan saling mencurigai dan bersikap sinis terhadap setiap tindakan pihak lain. Dengan timbulnya kecurigaan, masing-masing pihak akan menuntut permintaan yang makin berlebihan dari pihak lain. Setiap kegagalan untuk mencapai hal yang diinginkan akan dicari kambing hitam dari pihak lain dan perilaku pihaknya sendiri akan selalu dibela dan dicarikan pembenarannya, bahkan dengan cara yang emosional dan tidak rasional. Pada tahap seperti ini informasi akan ditahan dan diganggu, sehingga apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa terjadi menjadi tidak diketahui. Dan segera bisa muncul usaha untuk menggagalkan kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain. Kegiatan untuk “menang” menjadi lebih dominan dari pada untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Heidjrachman dari berbagai penelitian dan percobaan ternyata ditemukan hasil-hasil yang mirip antara yang satu dengan yang lain situasi, yang timbul akibat adanya konflik, baik konflik yang fungsional maupun konflik yang infungsional. Di antaranya yang penting adalah :
• Timbulnya kekompakan di antara anggota-anggota kelompok yang mempunyai konflik dengan kelompok yang lain.
• Munculnya para pimpinan dari kelompok yang mengalami konflik.
• Ada gangguan terhadap persepsi para anggota atau kelompok yang mengalami konflik.
• Perbedaan antara kelompok yang mengalami konflik nampak lebih besar dari pada yang sebenarnya, sedangkan perbedaan pendapat antar individu dalam masing-masing kelompok tampak lebih kecil dari pada yang sebenanya.
• Terpilihnya “wakil-wakil” yang kuat dari pihak-pihak yang mengalami konflik
• Timbulnya ketidakmampuan untuk berfikir dan menganalisa permasalahan secara jernih.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah :
1. Berbagai sumber daya yang langka.
Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
2. Perbedaan dalam tujuan
Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh : bagian penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratan-persyaratan pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar.
3. Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh : bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian.
4. Perbedaan dalam nilai atau persepsi
Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh : seorang pimpinan muda mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
5. Sebab-sebab lain
Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi.
Metode Untuk Menangani Konflik
Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik. Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
* Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
* Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
* Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.